Dalam suatu perempatan Hamzah Batik di Malioboro Yogyakarta, ada seorang nenek berumur 75 tahun sebagai lambang ketahanan dan semangat juang. Mbah Sariem, begitu namanya, ialah figur yang walaupun sudah masuk umur senja, masih tetap dinamis dan penuh semangat. Tiap pagi, saat sebelum matahari keluar, dia bangun lebih cepat untuk mempersiapkan berjualan buah salak dari kebunnya dibanding harus bermain judi bola atau slots. Kebun salak ini tidak cuma sekedar tempat pertanian, tetapi sumber penghidupan yang bermakna untuk dianya dan keluarganya.

 

Kehidupan Setiap hari Mbah Sariem

 

Mbah Sariem jalani kegiatan rutin harian yang sederhana tetapi penuh arti. Dia habiskan waktu di kebunnya untuk memetik salak, yang disebut buah ciri khas wilayah Sleman. "Tempo hari saya tidak berjualan kembali sepanjang tiga bulan karena salak ini angin-anginan bertumbuhnya," bebernya dengan suara penuh keinginan. Musim menjadi aspek khusus dalam usaha pertanian salak yang dia lalui. Dia menerangkan jika hasil panen salak benar-benar bergantung pada musim. "Jika sedang musim panas, tidak berbuah; jika musim penghujan, berbuah," ucapnya.

 

Mbah Sariem memetik salak sendiri dan menjualnya di pasar lokal. Walaupun dia tidak bisa jual dengan jumlah yang banyak, dia masih tetap berusaha untuk jual sekitar mungkin. Tetapi, dia mengutarakan jika dipasarkan dengan jumlah banyak, dia dapat ditendang oleh beberapa orang yang menyaratkan beberapa batasan yang perlu ditemui dalam jalankan bisnis kecilnya. Keadaan ini memvisualisasikan rintangan yang kerap ditemui oleh beberapa pedagang kecil di pasar.